BANDAR LAMPUNG – Proyek Kampung Nelayan Modern (Kalamo) di Pulau Pasaran, Lampung, yang diharapkan menjadi sentra hilirisasi produk ikan teri asin, ternyata belum berjalan sesuai rencana. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung, Liza Derni, menyayangkan kendala yang dihadapi, terutama terkait budaya masyarakat setempat yang kurang mendukung program pendampingan.
“Proyek Kalamo ini dibiayai oleh APBN. Fasilitas seperti unit pengolahan ikan, ruang pendingin, alat uji mutu, serta tempat pemeriksaan formalin dan keamanan pangan sudah tersedia. Sayangnya, masyarakat setempat sangat sulit dilakukan pembinaan,” ujar Liza saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Rabu (4/12/2024).
Menurutnya, upaya pendampingan dari Dinas Kelautan dan Perikanan belum membuahkan hasil maksimal karena perilaku sebagian nelayan yang menjadi penghambat. “Selain itu, kebiasaan buruk seperti judi online juga menjadi tantangan besar. Banyak nelayan yang terjerat judi online sehingga bantuan permodalan dari bank macet dan mereka di-blacklist oleh pihak perbankan,” tambahnya.
Ekspor Masih Terkendala
Rencana ekspor produk hasil laut Pulau Pasaran juga belum bisa direalisasikan karena kadar garam pada panganan laut, khususnya ikan teri asin, masih terlalu tinggi. Padahal, Pulau Pasaran memiliki potensi besar dengan sekitar 1.500 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pengolahan ikan teri asin.
Liza mengakui, fasilitas yang telah dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak 2023 sangat mendukung pengembangan Pulau Pasaran. Sarana tersebut meliputi pembangunan kios nelayan, sentra kuliner ikan, rumah pengering ikan higienis, kendaraan berefrigerasi, dan infrastruktur pendukung lainnya. Namun, tanpa perubahan budaya masyarakat, fasilitas tersebut belum dapat dimanfaatkan optimal.
Desakan dari DPRD Lampung
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Gerindra, Fauzi Heri, menyoroti masih rendahnya dampak proyek Kalamo terhadap perekonomian nelayan setempat. Ia juga menyoroti tingginya ketergantungan masyarakat terhadap rentenir akibat minimnya akses permodalan formal.
“Sebagian besar nelayan di Pulau Pasaran mengeluhkan sulitnya mendapatkan bantuan modal, sehingga mereka terpaksa beralih ke rentenir dengan bunga yang mencekik. Tolong kepada Dinas Kelautan dan Perikanan untuk terus melakukan pendampingan agar proyek Kampung Nelayan Modern benar-benar bisa mengangkat perekonomian nelayan,” tegasnya.
Fauzi juga meminta Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mendorong inovasi dalam pengolahan hasil laut, sehingga produk Pulau Pasaran dapat bersaing di pasar ekspor.
Peresmian dan Harapan
Kampung Nelayan Modern Pulau Pasaran diresmikan oleh KKP pada 7 Februari 2024 sebagai pusat pengembangan ikan teri asin. Dengan berbagai sarana dan prasarana yang telah dibangun, termasuk 9 kios nelayan, balai pertemuan, dan jalan umum sepanjang 2,4 km, program ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, tanpa kolaborasi semua pihak dan kesadaran masyarakat setempat untuk mendukung program ini, harapan tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan. “Ini tidak hanya soal fasilitas, tapi juga soal perubahan perilaku dan komitmen bersama,” tutup Liza.