Menu

Mode Gelap
DPRD Lampung Sahkan APBD Perubahan 2025, Defisit Ditutup dari SiLPA Gubernur Lampung Janji Optimalkan Sumber Pendapatan Daerah Fauzi Heri Apresiasi Capaian Ekonomi Lampung: Tertinggi di Sumatera, Angka Kemiskinan Turun Amrullah Soroti Ketimpangan Anggaran Sektor Pangan dan Ekonomi Fauzi Heri Dukung Pernyataan Gubernur Lampung, Kunci Daya Saing Singkong Ada di Produktivitas Ekosistem Wisata Berkelanjutan Yogyakarta Jadi Model Inspirasi bagi Lampung

Parlemen Lampung

Fauzi Heri Pertanyakan Nilai Ekonomis Singkong di Luar Tapioka

badge-check


					Fauzi Heri, Anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung saat rapat di Gedung DPRD Kabupaten Lampung Tengah, Rabu (15/01/2025). Perbesar

Fauzi Heri, Anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung saat rapat di Gedung DPRD Kabupaten Lampung Tengah, Rabu (15/01/2025).

Lampung Tengah– Anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, mempertanyakan nilai ekonomis lain dari hasil pengolahan singkong selain tapioka. Menurutnya, pabrik-pabrik tapioka hanya menghitung harga beli singkong petani berdasarkan perbandingan harga tapioka impor, tanpa memperhitungkan hasil sampingan lainnya seperti ampas dan kulit singkong.

Hal tersebut diungkapkan Fauzi saat melakukan kunjungan ke PT. Umas Jaya Agrotama di Lampung Tengah, Rabu (15/01/2025). Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra itu menilai penghitungan tersebut tidak adil dan merugikan petani.

“Selain tapioka, hasil akhir lainnya dari singkong, seperti ampas dan kulitnya, memiliki nilai jual. Kalau pabrik hanya menghitung harga beli singkong berdasarkan harga tapioka impor, itu tidak fair. Pabrik seharusnya memperhitungkan semuanya agar tidak merugikan petani,” tegasnya.

Anggota Pansus Tata Niaga Singkong saat rapat di PT. Umas Jaya Agrotama Lampung Tengah.

Menanggapi hal ini, Plant Base Production Head PT. Umas Jaya Agrotama, Adas Widiasmoro, menjelaskan bahwa hasil sampingan dari pengolahan singkong digunakan untuk keperluan internal perusahaan. Oleh karena itu, nilai ekonominya tidak dihitung dalam penentuan harga beli singkong. “Hasil lainnya dari singkong dipakai sendiri, Pak, jadi tidak dihitung,” ujar Adas.

Adas juga mengungkapkan bahwa dalam tiga bulan terakhir terjadi penurunan kadar pati singkong petani lokal, dari 21 persen menjadi 18,5-19 persen. Hal ini berdampak pada biaya produksi. Saat ini, dengan harga singkong Rp 1.100 per kilogram, pabrik membutuhkan lima kilogram singkong untuk menghasilkan satu kilogram tepung tapioka. Biaya produksi naik menjadi Rp 5.500 per kilogram, belum termasuk biaya transportasi, energi, dan tenaga kerja.

“Saat ini, harga tepung tapioka di pasar Indonesia berkisar Rp 6.400-6.500 per kilogram, sementara harga impor sudah mencapai Rp 6.300. Beberapa pelanggan kami bahkan mulai beralih ke stok tapioka impor,” jelasnya.

Sementara itu, Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung terus mengumpulkan data terkait anjloknya harga singkong. Mereka melakukan kunjungan ke Kabupaten Lampung Tengah untuk bertemu perwakilan petani, DPRD setempat, serta pabrik tapioka. Rencananya, Pansus akan melanjutkan kunjungan ke Kabupaten Mesuji besok. ***red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

DPRD Lampung Sahkan APBD Perubahan 2025, Defisit Ditutup dari SiLPA

19 Agustus 2025 - 15:18 WIB

Gubernur Lampung Janji Optimalkan Sumber Pendapatan Daerah

13 Agustus 2025 - 19:11 WIB

Amrullah Soroti Ketimpangan Anggaran Sektor Pangan dan Ekonomi

11 Juli 2025 - 16:00 WIB

Fauzi Heri Dukung Pernyataan Gubernur Lampung, Kunci Daya Saing Singkong Ada di Produktivitas

26 Juni 2025 - 13:04 WIB

Ekosistem Wisata Berkelanjutan Yogyakarta Jadi Model Inspirasi bagi Lampung

25 Juni 2025 - 15:19 WIB

Trending di Parlemen Lampung