Bandar Lampung – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan rapat dengar pendapat dengan Pemerintah Provinsi Lampung di Ruang Rapat Gubernur Lampung pada Kamis (27/2). Pertemuan ini membahas perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), termasuk tata kelola, perlindungan, serta penguatan kompetensi tenaga kerja asal Lampung yang ingin bekerja di luar negeri.
Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fredy, mengungkapkan bahwa jumlah pengangguran di Lampung saat ini mencapai 209 ribu orang, dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,19 persen. Sektor pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, tetapi peluang bekerja ke luar negeri juga semakin diminati.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Iman Syukri, menyoroti bahwa Lampung menjadi daerah pengirim PMI terbesar kelima di Indonesia, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan NTB. Namun, banyak tenaga kerja yang berangkat melalui jalur ilegal, sehingga perlu peningkatan keterampilan dan sosialisasi regulasi agar mereka dapat bekerja secara aman dan legal.
Kepala BP3MI Lampung, Ahmad Fauzi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tingginya jumlah PMI ilegal. “Saat ini ada sekitar 24 ribu PMI ilegal, dan kemungkinan jumlahnya lebih besar lagi. Bekerja ke luar negeri secara ilegal itu sangat berbahaya,” ujarnya. BP3MI pun mengusulkan perubahan narasi terkait PMI, mengganti stigma negatif hastag #KaburAjaDulu dengan shastag seperti #PergiMigran,PulangJuragan untuk mendorong keberangkatan yang lebih terencana dan profesional.
Selain itu, anggota Baleg DPR RI, Gamal, menekankan pentingnya keseimbangan antara perlindungan dan kemudahan dalam penempatan PMI. Ia mengkritisi regulasi yang dinilai terlalu rumit. “Titik krusial dalam UU ini adalah terlalu banyak aspek perlindungan, tetapi minim dalam aspek penempatan. Kita harus berpikir lebih efisien dan terpadu,” katanya.
Sementara itu, anggaran yang dialokasikan untuk perlindungan PMI di Lampung juga menjadi sorotan. Plh. Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung, Yanti Yunidarti, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, anggaran untuk PMI hanya sebesar Rp46 juta, dan meningkat menjadi Rp113 juta pada 2025. Anggota DPR RI Wahyu Sanjaya mempertanyakan apakah anggaran tersebut cukup untuk memastikan perlindungan dan keselamatan PMI.
Di sisi lain, anggota Baleg DPR RI Muzamil Yusuf menyoroti berbagai permasalahan yang dialami PMI di luar negeri. “Di Yordania ada 200 PMI yang mengalami masalah dan ditampung di Kedutaan, sementara di Suriah ada pekerja migran tunanetra yang seharusnya tidak dikirim,” ungkapnya. Ia juga mengkritik buruknya pelayanan imigrasi di bandara, yang dinilai masih belum berpihak kepada para PMI yang pulang ke tanah air.
Rapat ini menghasilkan berbagai masukan terkait revisi UU Perlindungan PMI, terutama dalam hal perizinan, penempatan, dan perlindungan tenaga kerja. DPR RI dan Pemprov Lampung sepakat bahwa pekerja migran harus diberangkatkan dengan proses yang layak dan bermartabat, serta mendapat jaminan perlindungan hukum dan sosial yang lebih baik.***red