Penulis: Muhammad Rafi (Mahasiswa FH-UII Yogyakarta asal Lampung)
Kepemimpinan muda di Indonesia seringkali menjadi perbincangan hangat. Publik kerap mempertanyakan kapabilitas pemimpin muda yang dianggap minim pengalaman, serta khawatir akan potensi hambatan budaya seperti “sungkan” dan “tidak enak hati” yang dapat menghambat pengambilan keputusan. Pasangan Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela (Mirza-Jihan), Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih, menghadapi tantangan ini secara langsung. Artikel ini akan menganalisis bagaimana Mirza-Jihan menjawab keraguan publik dan membangun visi “Lampung Maju” dengan strategi kolaboratif, inovasi, dan kreativitas.
Keraguan terhadap kepemimpinan anak muda seringkali berakar pada stereotip yang mengaitkan usia muda dengan kurangnya pengalaman dan kesiapan. Kompleksitas birokrasi dan dinamika politik dianggap sebagai medan yang terlalu berat bagi mereka. Namun, pandangan ini perlu dikaji ulang. Sejarah mencatat banyak pemimpin muda yang sukses membawa perubahan signifikan. Jacinda Ardern, mantan Perdana Menteri Selandia Baru, misalnya, memimpin negaranya dengan penuh empati dan inovasi sejak usia 37 tahun. Bernard M. Bass bahkan berpendapat bahwa kepemimpinan efektif bukan soal usia, melainkan kemampuan menginspirasi dan mengarahkan menuju tujuan bersama. Pemimpin muda, dengan adaptasi dan semangatnya yang tinggi, seringkali memiliki keunggulan dalam hal ini. Rhenald Kasali menambahkan bahwa daya adaptasi yang tinggi dan keberanian untuk berpikir “out of the box” menjadi modal penting bagi pemimpin muda dalam menghadapi tantangan yang membutuhkan solusi cepat dan efektif.
Kolaborasi, Inovasi dan Kreativitas
Mirza-Jihan dalam setiap kesempatan konsisten menekankan pentingnya kolaborasi. Dalam era keterhubungan yang tinggi, membangun jejaring dan bekerja sama dengan berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan. Mirza-Jihan secara aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, masyarakat, dan sektor swasta. Langkah-langkah strategis “jemput bola” dan koordinasi dengan beberapa kementerian untuk mendapatkan dukungan pembangunan di Provinsi Lampung merupakan contoh nyata komitmen ini.
Kolaborasi ini tidak hanya mempercepat pembangunan, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Dengan ikhtiar merangkul semua pihak, baik kalangan akademisi maupun komunitas lokal, menunjukkan sikap Mirza-Jihan bahwa mereka meletakkan kolaborasi sebagai ‘jiwa’ bersama untuk membangun Lampung.
Selain itu generasi muda dikenal dengan inovasi dan kreativitasnya. Kedekatan dengan teknologi dan pemahaman terhadap tren global memungkinkan mereka untuk mengadopsi pendekatan modern dalam pemerintahan. Joseph Schumpeter, dengan teori “creative destruction”-nya, menekankan peran inovasi dalam pembangunan ekonomi. Pemimpin muda dengan ide-ide segar dapat mendorong perubahan sistem yang usang dan menciptakan sistem baru yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Ridwan Kamil, saat menjabat Gubernur Jawa Barat, menjadi contoh pemimpin yang sukses memanfaatkan inovasi teknologi untuk memajukan daerahnya. Implementasi aplikasi pemantauan pelayanan publik dan platform digital untuk mendukung UMKM merupakan bukti nyata keberhasilan ini. Richard Florida, dalam bukunya The Rise of the Creative Class, juga menekankan pentingnya kreativitas dalam pembangunan ekonomi modern. Pemimpin muda yang kreatif mampu melihat peluang di tengah tantangan dan mengubahnya menjadi keuntungan.
Membangun Resiliensi Daerah, Menjawab Keraguan
Resiliensi daerah, kemampuan untuk bertahan dan bangkit dari berbagai tantangan, menjadi fokus penting. Pemimpin muda memiliki potensi besar untuk mendorong resiliensi ini melalui pendekatan yang adaptif dan berbasis data. Francis Fukuyama menekankan pentingnya kepemimpinan yang adaptif dalam menghadapi krisis. Kepemimpinan muda, dengan fleksibilitas dan responsivitasnya, sangat cocok untuk membangun ketahanan jangka panjang. Keraguan publik dapat dijawab melalui bukti nyata di lapangan. Keberanian mengambil keputusan, meskipun berisiko, dan rendah hati untuk belajar dari senior, merupakan kunci membangun kepercayaan. Kombinasi semangat muda dan kebijaksanaan generasi sebelumnya dapat menciptakan sinergi yang kuat.
Kepemimpinan anak muda bukan kelemahan, melainkan peluang besar. Kolaborasi, inovasi, dan kreativitas menjadi kekuatan utama dalam membangun daerah. Tantangan budaya dan minimnya pengalaman dapat diatasi dengan kerja keras dan hasil yang nyata. Seperti yang dikatakan John F. Kennedy, “Leadership and learning are indispensable to each other.” Mirza-Jihan memiliki peluang besar untuk menciptakan resiliensi daerah yang kuat dan berkelanjutan di Lampung. Mari kita dukung mereka dalam mewujudkan visi “Lampung Maju”. Seperti seruan Bung Karno, “Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia,” mari kita beri ruang bagi Mirza-Jihan untuk membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk menciptakan perubahan besar bagi Lampung!**