Lampung – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II Lampung akan menjadwalkan permintaan keterangan kepada produsen tepung tapioka di Provinsi Lampung yang diduga melakukan praktik impor di tengah tren kenaikan harga. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPPU dan Panitia Khusus (PANSUS) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung yang digelar di Ruang Rapat Komisi DPRD Provinsi Lampung, Kamis (23/01/2025).
Kepala Kantor Wilayah II KPPU, Wahyu Bekti Anggoro, memaparkan hasil kajian yang menunjukkan adanya dua periode tren kenaikan harga tapioka, yakni pada Januari-Mei 2022 dan September 2023 hingga Januari 2024. Kenaikan harga tersebut memiliki korelasi kuat dengan harga ubi kayu, di mana fluktuasi harga salah satu komoditas berdampak langsung terhadap yang lainnya.
Namun, KPPU menemukan bahwa produsen tapioka melakukan impor tepung tapioka pada April-Mei 2022 dan Januari-Juni 2024, di saat harga tapioka dan ubi kayu di Lampung sedang menunjukkan tren kenaikan. Hal ini memicu penurunan harga secara signifikan yang berdampak langsung pada petani dan pelaku usaha kecil di sektor tersebut.
“Berdasarkan hasil analisis kami, impor yang dilakukan di tengah kenaikan harga ini menimbulkan dampak signifikan terhadap penurunan harga. KPPU menduga tindakan ini dapat menghambat persaingan usaha yang sehat di sektor industri tapioka dan ubi kayu,” ujar Wahyu Bekti Anggoro.
Ia juga menegaskan bahwa KPPU akan memproses lebih lanjut jika ditemukan indikasi pelanggaran. “Jika terbukti ada tindakan yang bertujuan menghambat persaingan usaha, KPPU akan mengambil langkah hukum sesuai dengan kewenangan kami,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, KPPU juga mengusulkan adanya perbaikan tata niaga ubi kayu di Provinsi Lampung melalui penerapan perjanjian kemitraan antara petani dan produsen. “Kemitraan ini diharapkan dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan serta meningkatkan kesejahteraan petani. KPPU juga akan mengawasi implementasi kemitraan ini sesuai peraturan yang berlaku,” jelas Wahyu.
Sementara itu, anggota PANSUS Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, menyatakan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan apakah PANSUS perlu mengambil langkah hukum terkait dugaan praktik yang merugikan.
“Pansus melihat adanya indikasi pelanggaran yang berpotensi merugikan petani dan pelaku usaha kecil di Lampung. Kami sedang mengkaji kemungkinan melaporkan dugaan kejahatan ekonomi ini kepada KPPU dan aparat penegak hukum untuk melindungi kepentingan daerah dan memastikan tata niaga yang lebih adil,” ujar Fauzi Heri.
Dengan adanya langkah tegas dari KPPU dan PANSUS, diharapkan tata niaga ubi kayu dan tapioka di Provinsi Lampung dapat lebih terstruktur dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal secara berkelanjutan.***red