Bandar Lampung – Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, menegaskan bahwa sektor peternakan harus memberikan manfaat nyata bagi daerah, bukan sekadar menjadi tempat usaha bagi pihak luar. Oleh karena itu, legislator asal Partai Gerindra tersebut mendorong penerbitan regulasi pengenaan retribusi atas lalu lintas perdagangan hewan ternak di Provinsi Lampung. Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPRD Lampung dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Rabu (12/02/2025).
“Selama ini Lampung dikenal sebagai salah satu wilayah produsen peternakan sapi terbesar, tetapi belum menyumbang pendapatan daerah. Jangan sampai Lampung dijadikan tempat usaha, tetapi kita hanya mendapatkan teleknya (kotoran ternaknya, red) saja,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, Fauzi Heri mendorong Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan agar terus berinovasi dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor peternakan. Salah satunya melalui penerapan retribusi Surat Keterangan Veteriner (SKV) untuk hewan ternak yang dijual ke luar daerah. Menurutnya, kebijakan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu mengatasi defisit anggaran Pemprov Lampung.
“Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan harus segera merancang dan mensosialisasikan Peraturan Gubernur Lampung terkait pengenaan retribusi Surat Keterangan Veteriner terhadap hewan ternak yang akan dijual ke luar Provinsi Lampung. Dengan demikian, akan menambah pendapatan asli daerah sekaligus membantu mengatasi defisit anggaran,” jelasnya.

Lili Mawarti, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Rabu (12/02/2025).
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Lili Mawarti, menjelaskan bahwa saat ini Lampung memang belum mengenakan tarif atas lalu lintas perdagangan hewan ternak. Padahal, berdasarkan data tahun 2024, terdapat 33.519 SKV yang diterbitkan. Jika setiap surat dikenakan retribusi Rp 100.000, maka potensi PAD yang dapat dihasilkan mencapai Rp 1,57 miliar per tahun.
“Kalau kita kenakan retribusi Rp 100.000 saja terhadap pengeluaran surat sertifikat veteriner, maka potensi PAD yang akan dihasilkan Rp 1,57 miliar. Artinya, ini menjadi tambahan PAD yang cukup besar dari sektor peternakan. Ini sedang kita garap dan sosialisasikan secara perlahan kepada stakeholder kita,” jelas Lili.
Ia menambahkan bahwa rencana penerapan retribusi ini tengah dikaji dan disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan di sektor peternakan sebelum nantinya dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Melalui kebijakan ini, diharapkan Lampung dapat memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar dari industri peternakan sehingga dapat digunakan untuk pembangunan di sektor peternakan dan kesehatan hewan di Provinsi Lampung. ***red