Bandar Lampung — Dugaan pencemaran limbah dari sebuah pabrik etanol di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, memicu keprihatinan serius. Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, I Made Suarjaya, mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung segera turun tangan melakukan investigasi terhadap aktivitas pengelolaan limbah pabrik tersebut.
“Saya minta DLH Provinsi tidak tinggal diam. Segera lakukan investigasi. Kalau terbukti pabrik belum memiliki sistem pengolahan limbah sesuai standar, maka pabrik itu harus disegel,” kata I Made, Sabtu (14/06/2025), di Bandar Lampung.
Pabrik yang diduga belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tersebut dilaporkan mencemari lingkungan sekitar, termasuk areal persawahan warga. Informasi yang beredar menyebutkan limbah cair dari aktivitas produksi etanol meluber dan meresap ke lahan pertanian, merusak tanaman dan membuat warga resah.
Merespons situasi ini, I Made menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya cukup menindak secara administratif, tetapi juga memastikan pemulihan hak-hak warga.
“Pemilik pabrik tidak bisa lepas tangan. Mereka wajib memberikan ganti untung kepada petani yang sawahnya tercemar dan gagal panen. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal keadilan bagi warga,” tegasnya.
Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung itu juga meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Lampung untuk memeriksa secara menyeluruh dokumen perizinan industri tersebut. Seluruh proses perizinan, mulai dari izin operasional, Amdal, hingga sistem pengolahan limbah, harus ditinjau kembali.
“Kalau pabrik ini terbukti tidak memiliki izin lengkap atau tidak sesuai standar lingkungan, maka tidak ada alasan untuk membiarkannya terus beroperasi. Kita harus tegas,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Pemerintah daerah menurut I Made Suarjaya, harus hadir melindungi masyarakat dari ancaman industri yang tidak taat hukum. Legislator dari daerah pemilihan Kabupaten Lampung Tengah itu mengingatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa pencemar wajib melakukan pemulihan dan kompensasi terhadap kerusakan yang ditimbulkan.
“Lingkungan hidup bukan tempat buangan. Jangan karena alasan investasi lalu kita kompromikan kesehatan dan keselamatan warga,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari DLH Provinsi Lampung maupun pihak manajemen pabrik etanol terkait dugaan pencemaran tersebut. Warga yang terdampak masih berharap ada tindakan nyata dari pemerintah dan kepastian soal kompensasi kerugian.***red