Menu

Mode Gelap
Lapor PLN, Sambungan Listrik di Gang Masjid Bumi Kedamaian Rawan Korslet Pemprov Lampung Dihadapkan pada Defisit Anggaran, DPRD Dorong Optimalisasi PAD dari Sektor Non Pajak Kemitraan Sawit Semrawut, Fauzi Heri Desak Pemkab Mesuji Tuntaskan Penyebab Konflik warga dengan PT. Prima Alumga Fauzi Heri Dorong Pendataan Aset Dinas KPTPH untuk Hasilkan PAD Fauzi Heri: Jangan Sampai Lampung Dijadikan Tempat Usaha, tetapi Hanya Mendapatkan Kotorannya Saja Lampung: Gerakan Kebudayaan sebagai Strategi Pemberdayaan

Cerita

Lanai dan Rindu yang Tak Punya Expired Date (Bagian 9)

badge-check


					Lanai dan Rindu yang Tak Punya Expired Date (Bagian 9) Perbesar

Empat hari kemudian.
Ayah dan ibu Lanai tiba di rumah sakit dengan langkah terburu-buru. Kalau kaki mereka bisa ngomong, mungkin mereka akan protes dan bilang, “Hei, slow motion dikit napa, ini bukan lomba lari estafet!”

Begitu sampai, ibu langsung berlari memeluk Lanai. Pelukan super hangat. Kalau pelukan bisa bikin kenyang, Lanai mungkin sudah nggak butuh makan malam.

“Bagaimana kondisimu, Nak?” tanya ibu dengan wajah cemas.

Lanai mencoba tegar. Ia jawab, “Seperti kemarin-kemarin, Bu.” Kalau kondisi Lanai bisa jawab sendiri, mungkin dia akan bilang: “Masih begini aja, kok. Nggak upgrade, nggak downgrade.”

Ayah duduk di sebelahnya. Nenek cuma berdiri sambil diam. Mungkin nenek lagi mikir, “Duh, ini momen sedih, tapi kok perut pengen ngemil gorengan.” Mikirin hal itu, Lanai malah senyum-senyum sendiri.


Tengah malam.
Ibu terbangun dan mendekati Lanai yang pura-pura tidur. Ibu mengelus kepala Lanai sambil nangis. Air matanya jatuh satu-satu, kayak hujan gerimis yang belum jadi badai.

“Anakku, kalau umurmu tinggal satu tahun lagi, ibu ikhlas…”

Lanai dalam hati mau protes: “Bu, kita jangan ngomong soal batas kadaluarsa, dong. Aku ini anak, bukan susu kotak.”

Tapi dia cuma diam. Air matanya ikut keluar. Kalau air mata ini balapan sama punya ibu, pasti hasilnya seri.


Seminggu kemudian.
Akhirnya Lanai diizinkan pulang. Hore! Kalau hatinya punya tombol ‘skip’, dia pasti sudah nge-skip bagian rumah sakit dari dulu.

Di rumah, suasana hangat. Obrolan santai dimulai. Ibu kasih nasihat sambil ngasih “checklist” panjang.

“Obat diminum, istirahat cukup, jangan banyak main, harus bantu nenek…”

Lanai mengangguk. Dalam hati, dia mikir: “Bu, ini nasihat atau skripsi? Banyak amat!”

Begitulah ibu, di balik sorot matanya yang adem, selalu tersimpan kekhawatiran untuk anak-anaknya. Termasuk Lanai. Teringat pesan ibu, Lanai langsung bergumam, “Ibu kasih nasihat banyak banget, sampai aku bingung ini nasihat atau resep kue.”


Saat berpamitan.
Ayah dan ibu mau pulang ke kampung. Lanai melambai sambil menahan tangis. Kalau rindu itu bisa diukur, mungkin rindu Lanai udah nyentuh level “meledak”.

“Aku pengen ikut pulang…” kata Lanai terbata-bata.

Ayah menjawab lembut, “Kesehatanmu lebih penting, Lanai.”

Dalam hati Lanai nyengir: “Iya, tahu, Yah… Tapi kan aku juga butuh paket ‘Healing: Versi Kampung’.”


Malam hari.
Lanai rebahan sambil menatap langit-langit kamar. Kalau langit-langit itu bisa diajak ngobrol, mungkin mereka udah jadi sahabat curhat.

“Aku punya Tuhan yang menyayangiku!” bisik Lanai penuh semangat.

Dan di sela-sela itu, dia kepikiran Mahali. Anak laki-laki kurus yang entah kenapa selalu muncul di pikirannya. Kalau Mahali tahu, mungkin dia bakal bilang: “Ngapain juga gue nongkrong di pikiran lo?”

“Mungkin suatu hari aku bisa berlindung di balik teduh matanya,” gumam Lanai.

Kalau Mahali dengar ini, dia mungkin bingung: “Mata gue teduh? Emang gue pohon mangga?”


Malam itu, Lanai tersenyum. Keyakinannya tumbuh. Kalau hidup ini ujian, berarti Lanai harus siap naik kelas. Asalkan jangan ada soal Matematika, karena rindu aja udah bikin dia sibuk berhitung. Batinnya berbisik, “Kalau rindu itu bisa dijual, mungkin aku udah jadi juragan rindu sekarang.”(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Pembaca

    Menarik ceritanya

    Balas
semua sudah ditampilkan
Baca Lainnya

Menteri Perdagangan: Impor Tapioka Diperketat, Petani Singkong Didorong Berinovasi

6 Februari 2025 - 08:26 WIB

Perjalanan Pulang yang Penuh Cerita (Bagian 12)

9 Januari 2025 - 01:37 WIB

Bayang-Bayang di Ujung Senja Yang Berbisik

26 Desember 2024 - 10:34 WIB

Bubur Rasa Perhatian (Bagian 8)

26 Desember 2024 - 10:34 WIB

Ketika Obat Jadi Permen dan Ujian Jadi Drama (Bagian 10)

26 Desember 2024 - 10:34 WIB

Trending di Cerita