LAMPUNG – Pengelolaan sampah di Provinsi Lampung kini menjadi permasalahan yang semakin rumit. Tidak hanya terjadi di kota besar, masalah ini juga meluas ke wilayah pedesaan. Namun, ironisnya, bidang pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung menghadapi kendala besar, yaitu nihilnya anggaran.
Hal itu diungkapkan Parina, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Provinsi Lampung, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Rabu (04/12/2024). Menurutnya, program pengelolaan Sampah pada tahun 2024 tidak berjalan akibat ketiadaan anggaran.
“Meskipun sampah merupakan masalah kompleks, bidang pengelolaan sampah kami memiliki zero anggaran karena anggarannya dibintang sehingga tidak bisa dicairkan. Kami berharap ada dukungan dari Komisi II DPRD Provinsi Lampung untuk memperjuangkan ini,” ujarnya.
Menurut data DLH Provinsi Lampung, terdapat 154 bank sampah yang tersebar di 15 kabupaten/kota. Namun, empat di antaranya telah berhenti beroperasi. Bank sampah menjadi salah satu solusi pengelolaan mandiri yang diharapkan dapat mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hingga hanya 10 persen. Sayangnya, sekarang tidak ada lagi pembangunan TPA baru untuk mendukung pengelolaan yang lebih terstruktur.
“Sampah itu meski kotor sebenarnya memiliki nilai ekonomis tinggi. Tetapi, masyarakat harus mulai menyortir sampah dari rumah, memisahkan plastik dan organik, agar dapat dijual ke bank sampah,” tambahnya.
Menanggapi kondisi ini, anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Sholihin, menyatakan keprihatinannya atas minimnya perhatian terhadap isu sampah. “Saya sangat menyayangkan masalah sampah ini belum menjadi prioritas program pemerintah. Ke depan, kami akan membahas persoalan ini secara lebih komprehensif, termasuk soal penyediaan anggarannya. Ini masalah yang tidak bisa dibiarkan,” tegas Sholihin.
Selain itu, anggota Komisi II lainnya, Fauzi Heri, meminta DLH untuk terus mendorong inovasi pengelolaan sampah. Menurutnya, banyak hasil penelitian mahasiswa yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah. “Sudah banyak penemuan mahasiswa kita, seperti inovasi mesin extruder yang dapat mengolah sampah plastik menjadi biji plastik dengan nilai jual tinggi. DLH harus mendorong inovasi ini agar lebih bermanfaat. Masyarakat juga harus berubah, mulai memisahkan sampah plastik dengan organik. Plastik itu bernilai ekonomis jika dikelola dengan baik,” ujar Fauzi Heri.
Keberadaan bank sampah yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Lampung sebenarnya menjadi aset penting. Tanggamus menjadi daerah dengan jumlah bank sampah terbanyak, yaitu 34 unit, diikuti Kota Metro dengan 23 unit, dan Pringsewu 21 unit. Namun, di beberapa wilayah seperti Pesisir Barat, Lampung Barat, dan Lampung Utara, jumlah bank sampah masih sangat minim. Dengan kesadaran masyarakat dan dukungan inovasi, pengelolaan sampah di Lampung dapat menjadi lebih efektif. Namun, dukungan anggaran dari pemerintah tetap menjadi kunci utama untuk menjawab permasalahan kompleks ini.***red